Serigala atau Teman
Kami Relawan - 3 years agoSebagai entitas paling sempurna yang dikaruniai akal, manusia cenderung bertabiat baik. Namun tak jarang akibat dari keserakahan dan kegagalannya menyeimbangkan akal dan nurani, manusa justru menjadi saling terkam antarsesama. Homo homini lupus adalah sebuah kalimat bahasa latin yang berarti manusia adalah serigala bagi sesama manusianya. Istilah tersebut pertama kali dicetuskan dalam karya Plautus berjudul Asinaria (195 SM lupus est homo homini). Kalimat Homo homini lupus juga dapat diinterpretasikan dengan manusia sering menikam sesama manusia lainnya. Istilah itu sering muncul dalam diskusi-diskusi mengenai kekejaman yang dapat dilakukan manusia bagi sesamanya.
Kemudian pernyataan tersebut mendapat perlawanan dari kelompok lain yang menganggap bahwa pada hakikatnya manusia itu baik. Setiap manusia adalah teman bagi sesamanya, homo homini socius. Istilah itu juga dapat dimaknai bahwa manusia adalah sesuatu yang sakral bagi sesamanya sebagaimana yang dicetuskan oleh Seneca.
Pandemi ini dapat menjadi sebagai suatu ujian bagi manusia dan kemanusiaan. Akankah manusia menjadi serigala bagi sesamanya dengan menimbun makanan, memborong vitamin, lalu menutup rapat-rapat tabungan yang telah gendut dan sesak. Atau mungkin sebaliknya, manusia akan merefleksikan diri bahwa mereka harus bersatu untuk bertahan dan melawan pandemi. Saling merangkul dan berbagi untuk orang banyak, bukan untuk golongan tertentu atau bahkan negara tertentu. Pandemi virus Covid-19 bukan menjadi persoalan satu negara atau satu bangsa aja, tapi seluruh dunia.
Entah serigalakah atau temankah kita bagi sesama hanya diri kita yang bisa menilai. Berakhirnya pandemi ini masih gelap dan penuh kabut. Berbagai varian dari mutasi virus tersebut menjadi semakin lebih mudah menular. Sepertinya kedatangan virus cukup untuk menegur manusia sebagai pengelola dunia beserta isinya. Dari kejadian ini kita harus belajar dan mengambil pelajaran yang berharga, yaitu menjadi manusia. “Sekarang kita telah belajar terbang di udara seperti burung, berenang di bawah air seperti ikan. Namun kita kekurangan satu hal untuk belajar hidup di bumi sebagai manusia,” ucap novelis dan kritikus asal Irlandia George Bernard Shaw.(hfz)